Kenaikan PBB-P2 Hingga 250% Picu Gejolak di Pati, Ini Alasan Bupati Sadewo

PaKenaikan PBB-P2 Kabupaten Pati – Suasana di Kabupaten Pati memanas menjelang Hari Jadi ke-702 dan HUT Ke-80 Kemerdekaan RI. Kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250% menuai protes keras dari masyarakat. Sebagai respons, warga yang menamakan diri Masyarakat Pati Bersatu berencana menggelar demonstrasi besar-besaran di Alun-Alun Pati pada 13 Agustus 2025.

Baca Juga : Tarif Listrik PLN Agustus 2025 Dipastikan Tetap, Ini Alasan Pemerintah

Kemarahan warga dipicu oleh penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan tarif PBB-P2 yang dinilai sangat memberatkan. Aksi protes ini bermula dari media sosial, bahkan posko donasi untuk mendukung demo telah didirikan di depan Kantor Bupati Pati sejak Jumat, 1 Agustus 2025. Situasi semakin memanas setelah beredar kabar bahwa Bupati Sadewo menyatakan tidak akan gentar meskipun didemo oleh puluhan ribu orang.

Kenaikan PBB-P2 Kabupaten Pati Tiga Alasan Utama Kenaikan PBB-P2 Menurut Bupati Pati


Dilansir dari laman Humas Kabupaten Pati, kebijakan ini diputuskan dalam rapat intensifikasi PBB-P2 pada 18 Mei 2025, yang dipimpin langsung oleh Bupati Sadewo bersama para camat dan anggota PASOPATI. Dalam rapat tersebut, disepakati penyesuaian tarif PBB-P2 sebesar kurang lebih 250% dengan tiga alasan utama:

  1. Tarif PBB-P2 Belum Naik Selama 14 Tahun
    Bupati Sadewo menjelaskan bahwa kenaikan ini merupakan langkah penyesuaian yang sudah lama tertunda. “Kami saat ini sedang berkoordinasi dengan para camat dan PASOPATI untuk membicarakan soal penyesuaian Pajak Bumi Bangunan (PBB). Telah disepakati bersama bahwa kesepakatannya itu sebesar ±250% karena PBB sudah lama tidak dinaikkan, 14 tahun tidak naik,” ujarnya. Menurutnya, penyesuaian ini diperlukan untuk mengoptimalkan pendapatan daerah.
  2. Penerimaan PBB-P2 Pati Jauh Lebih Rendah dari Daerah Tetangga
    Bupati Sadewo menyoroti rendahnya penerimaan PBB Kabupaten Pati yang hanya sekitar Rp29 miliar. Angka ini jauh di bawah daerah tetangga, seperti Kabupaten Jepara (Rp75 miliar), serta Kabupaten Rembang dan Kudus (masing-masing Rp50 miliar). Padahal, secara geografis dan potensi ekonomi, Kabupaten Pati dianggap lebih besar dibandingkan ketiga kabupaten tersebut.

“PBB Kabupaten Pati hanya sebesar Rp29 miliar, di Kabupaten Jepara Rp75 miliar. Padahal, Kabupaten Pati lebih besar daripada Kabupaten Jepara. Kabupaten Rembang itu Rp50 miliar, padahal Kabupaten Pati lebih besar daripada Kabupaten Rembang. Kabupaten Kudus Rp50 miliar, padahal Kabupaten Pati lebih besar daripada Kabupaten Kudus,” tambahnya, menegaskan bahwa ada ketidaksesuaian antara potensi daerah dan pendapatan dari sektor PBB.

  1. Mendukung Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Daerah
    Kenaikan tarif PBB-P2 diharapkan dapat mendanai berbagai program pembangunan yang membutuhkan anggaran besar. Sadewo menyebut beberapa proyek prioritas, termasuk pembangunan infrastruktur jalan, pembenahan RSUD RAA Soewondo, serta sektor pertanian dan perikanan yang menjadi andalan Kabupaten Pati.

Penyesuaian tarif ini bertujuan meningkatkan pendapatan daerah secara signifikan, yang nantinya akan dialokasikan untuk pembangunan demi kesejahteraan masyarakat. Namun, kebijakan ini justru memicu gelombang protes dan membuat suasana menjelang hari jadi kabupaten menjadi tegang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *