KPK tangkap lagi Nurhadi – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menangkap dan menahan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi (NHD), tak lama setelah ia bebas dari Lapas Sukamiskin. Penangkapan ini terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjeratnya. KPK menegaskan bahwa penahanan ini merupakan bagian dari kebutuhan penyidikan yang efektif.
Baca Juga : Kasasi Ditolak, Harvey Moeis Tetap Divonis 20 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi Timah Rp 300 Triliun
Demi Efektivitas Penyidikan
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan pada Selasa (1/7/2025) bahwa penyidik menahan tersangka karena membutuhkan langkah itu dalam proses penyidikan. Ia menambahkan bahwa penahanan tersebut bertujuan untuk membuat proses penyidikan berjalan lebih efektif. Namun, Budi belum menjelaskan secara detail apakah KPK akan memindahkan Nurhadi ke rutan KPK atau tidak.
KPK tangkap lagi Nurhadi
Jejak Kasus Nurhadi: Dari Suap hingga Gratifikasi
Sebelumnya, KPK menetapkan Nurhadi sebagai tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara. KPK menduga Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono, menerima total uang sekitar Rp 46 miliar.
Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang, menjelaskan hal ini pada Senin (16/12/2019). KPK mencermati fakta-fakta yang muncul dalam penyidikan dan persidangan. Dari hasil pencermatan itu, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup. Bukti tersebut terkait suap dalam pengurusan perkara pada 2015–2016. KPK juga menemukan gratifikasi yang berkaitan dengan jabatan. Gratifikasi itu bertentangan dengan tugas dan kewajiban penerimanya. Nurhadi tidak melaporkan gratifikasi tersebut ke KPK dalam batas waktu maksimal 30 hari kerja.
KPK menduga Nurhadi menerima suap terkait pengurusan perkara perdata di MA. Selain itu, KPK menyangka Nurhadi menerima gratifikasi dalam penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi. Gratifikasi itu juga terkait perkara peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung. Namun, Nurhadi tidak melaporkan gratifikasi tersebut ke KPK. Ia melanggar batas waktu pelaporan yang sudah ditentukan oleh undang-undang.
Saut menambahkan bahwa KPK menduga Nurhadi (NHD) melalui Rezky Herbiyono (RHE) menerima janji berupa 9 lembar cek dari PT MIT serta suap dan gratifikasi dengan total mencapai Rp 46 miliar.
Penangkapan Setelah Buron dan Vonis Penjara
Nurhadi sempat menjadi buron KPK selama berbulan-bulan.Tim KPK akhirnya berhasil menangkapnya di sebuah rumah di kawasan Simprug, Jakarta Selatan, pada 1 Juni 2020.
“Hari Senin, tanggal 1 Juni 2020, tim KPK melakukan penangkapan terhadap tersangka NHD (Nurhadi) dan RHE (Rezky Herbiyono),” kata Wakil Ketua KPK saat itu, Nurul Ghufron, pada Selasa (2/6/2020).
Majelis hakim mengadili Nurhadi dan Rezky Herbiyono dalam persidangan dan pada tahun 2021 menjatuhkan vonis 6 tahun penjara serta denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Keduanya terbukti secara sah menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 49.513.955.000 (Rp 49,5 miliar).
Penahanan Lanjutan untuk TPPU
Meski telah menjalani vonis atas kasus suap dan gratifikasi, KPK juga menetapkan Nurhadi sebagai tersangka TPPU. Pada Minggu (29/6), KPK menangkapnya di Lapas Sukamiskin sebagai bagian dari kelanjutan penyidikan kasus TPPU tersebut.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan pada Senin (30/6) bahwa KPK benar-benar menangkap dan menahan Saudara NHD di Lapas Sukamiskin.
Ia menegaskan, “Penangkapan dan penahanan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang di lingkungan MA.”