Jakarta – Kasus korupsi impor gula kembali menjadi sorotan publik setelah eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong mendapatkan abolisi dari Presiden. Namun, keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai nasib sembilan terdakwa lain yang terlibat dalam kasus yang sama. Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa meskipun Tom Lembong tidak lagi terjerat kasus, proses hukum terhadap terdakwa lainnya tetap berlanjut.
Baca Juga : Kisah Unik di Penang: Maling Pembobol Rumah Influencer Tertangkap Gara-gara Ketinggalan Barang
Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Sutikno, menjelaskan perbedaan status hukum ini. “Dia tidak bebas, dia itu kan mendapatkan abolisi, yaitu seluruh proses hukum dan segala akibatnya ditiadakan, khusus untuk Pak Tom Lembong, yang lainnya ya berjalan,” ujar Sutikno. Ia menekankan bahwa abolisi adalah hak prerogatif presiden, bukan vonis bebas dari pengadilan. Karena itu, penanganan perkara pidana terhadap terdakwa lain tetap menjadi wewenang aparat penegak hukum.
Abolisi: Hak Prerogatif Presiden, Bukan Vonis Bebas
Sutikno menjelaskan bahwa penting untuk memahami perbedaan antara abolisi dan vonis bebas. Abolisi menghapus tuntutan dan segala akibat hukum pidana, tetapi hal itu bukan putusan pengadilan. Sebaliknya, abolisi adalah tindakan ketatanegaraan yang dikeluarkan melalui Keputusan Presiden (Keppres).
“Makanya keluarnya bukan putusan Mahkamah Agung (vonis) ‘bebas’, bukan, keluarnya adalah mendapatkan abolisi melalui penerbitan Keppres,” tegas Sutikno.
Pernyataan ini muncul setelah kuasa hukum salah satu terdakwa, Tony Wijaya, yaitu Hotman Paris, meminta Kejagung dan majelis hakim untuk menghentikan perkara kliennya. Hotman berdalih bahwa jika Tom Lembong—yang dalam konstruksi perkara disebut sebagai pelaku utama—mendapat abolisi, maka perkara terdakwa lainnya juga harus dihentikan. Namun, argumen tersebut dimentahkan oleh Kejagung.
Latar Belakang dan Konsekuensi Hukum
Pada Kamis (31/7/2025), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memberikan persetujuan terhadap permohonan abolisi yang diajukan oleh Presiden Prabowo Subianto untuk Tom Lembong. Dengan persetujuan ini, peristiwa pidana yang menjerat Tom Lembong dianggap dihapuskan.
Sebelumnya, Tom Lembong dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Ia dianggap terbukti melakukan perbuatan korupsi terkait kebijakan impor gula kristal mentah. Menurut putusan majelis hakim, kebijakan yang diambilnya telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 194,7 miliar.
Meskipun Tom Lembong kini terbebas dari jerat hukum, nasib sembilan terdakwa lain yang terlibat dalam kasus yang sama masih belum jelas. Proses hukum mereka tetap berlanjut, dan putusan pengadilan akan menentukan apakah mereka juga bersalah atau tidak. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kasus hukum, setiap individu memiliki nasib dan konsekuensi hukum yang berbeda.