Jakarta – Meskipun Indonesia mencatat surplus beras sepanjang tahun, Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengimbau pemerintah untuk lebih waspada dan cermat dalam mengelola stok pangan. Hal ini penting dilakukan menjelang akhir tahun, mengingat adanya tren historis penurunan produksi padi yang berpotensi memengaruhi stabilitas harga.
Baca Juga : Kisah Viral Kepala Sekolah di Prabumulih: Dari Pencopotan Hingga Pembatalan Keputusan
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menjelaskan bahwa secara historis, produksi padi pada periode November hingga Januari cenderung berada di bawah tingkat konsumsi bulanan masyarakat.
“Kita semua perlu melihat pentingnya pengelolaan stok pangan dan memperhatikan tren produksi, karena pada periode November dan Desember 2025, lalu Januari 2026, produksi padi bulanan secara historis berada di bawah tingkat konsumsi bulanan,” ujar Arief dalam keterangan pers.
Surplus Beras: Sebuah Capaian Positif yang Patut Disyukuri
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional dari Januari hingga Oktober 2025 mencapai sekitar 31,04 juta ton. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 12,16% (sekitar 3,37 juta ton) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Jika dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi beras yang mencapai 25,83 juta ton pada periode yang sama, neraca produksi dan konsumsi mencatat surplus sebesar 5,2 juta ton. Ini merupakan lonjakan surplus sebesar 3,32 juta ton dari tahun lalu.
Arief menilai capaian ini sebagai hal yang patut disyukuri, namun ia juga menekankan perlunya kewaspadaan. “Ini tentu capaian positif yang harus kita syukuri. Namun kita juga tidak boleh lengah,” tambahnya.
Waspada Penurunan Produksi Jelang Akhir Tahun
Tantangan utama muncul di akhir tahun. Rata-rata konsumsi beras masyarakat Indonesia mencapai 2,5 juta ton per bulan, sementara produksi justru diprediksi akan menurun drastis.
“Memasuki November 2025 hingga Januari 2026, produksi beras biasanya mengalami penurunan. Di titik inilah kita harus hati-hati menjaga ketersediaan dan stabilitas harga beras di pasar,” papar Arief.
Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya peran pemerintah, khususnya Perum Bulog, dalam memastikan ketersediaan pasokan beras di gudang-gudang untuk menghadapi lonjakan permintaan dan penurunan produksi.
Harga Beras di Pasaran: Menurun Tapi Belum Merata
Selain isu produksi, Bapanas juga menyoroti perkembangan harga beras di pasaran. Data Panel Harga Pangan menunjukkan bahwa harga beras medium mulai mendekati Harga Eceran Tertinggi (HET), meskipun belum merata di seluruh wilayah.
Per 18 September 2025, harga rata-rata beras medium:
- Zona I: Rp 13.434 per kg (di bawah HET)
- Zona II: Rp 14.049 per kg (0,35% di atas HET)
- Zona III: Rp 15.976 per kg (3,07% di atas HET)
Ketimpangan harga antar zona ini menunjukkan bahwa upaya stabilisasi harga masih perlu ditingkatkan, terutama di wilayah yang harganya masih melampaui HET. Dengan pengelolaan stok yang cermat dan strategi yang tepat, diharapkan pemerintah dapat memastikan ketersediaan pangan dan menjaga harga tetap stabil hingga awal tahun depan.